Kaesang bersama istrinya Erina Gudono mendapat banyak sorotan di media sosial belakangan ini, salah satunya mengenai dugaan keduanya menggunakan jet pribadi ketika melakukan perjalanan ke Amerika Serikat.
Diketahui, dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep dilaporkan ke KPK oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun.
Laporan itu dibuat usai geger kabar Kaesang dan istrinya Erina Gudono menggunakan pesawat jet pribadi ke Amerika Serikat. Penelusuran lebih lanjut mengungkap dugaan jet pribadi itu milik Garena, perusahaan asal Singapura.
Sementara Mahfud MD menanggapi hal ini, ia mempertanyakan alasan KPK tak mengusut dugaan gratifikasi Kaesang karena tak berstatus pejabat.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini membandingkan kasus dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep, dengan kasus korupsi eks pejabat Kementerian Keuangan Rafael Alun.
Mahfud menyebut kasus korupsi Rafael Alun juga dimulai dari kasus gaya hidup hedonisme anaknya.
“Banyak koruptor yang terlacak setelah anak atau isterinya yang bukan pejabat diperiksa. Contoh: RA, seorang pejabat Eselon III Kemenkeu sekarang mendekam di penjara justru ketahuan korupsi setelah anaknya yang hedon dan flexing ditangkap. Anak RA dengan mobil mewah menganiaya seseorang. KPK melacak kaitan harta dan jabatan ayah si anak: Ternyata hasil korupsi. KPK memproses, RA dipenjarakan,” tulis Mahfud dalam akun X @mohmahfudmd, Kamis (5/9).
Mahfud sadar tak bisa memaksa KPK memanggil Kaesang dalam kasus ini. Dia berkata hal itu kembali pada iktikad baik KPK.
Meski demikian, dia mengingatkan alasan KPK tak melanjutkan kasus Kaesang ahistoris. Selain itu, pendapat itu justru akan menimbulkan celah hukum.
“Kalau alasan hanya karena bukan pejabat (padahal patut diduga) lalu dianggap tak bisa diproses, maka nanti bisa setiap pejabat meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya,” ujar Mahfud.