Isu yang lebih penting lagi yang disampaikan Erri adalah agar pengemudi online mendapatkan perlindungan atas jaminan sosial.
“Pekerja Magang saja dilindungi, apalagi pengemudi online yang berdasarkan potensi terjadinya resiko dalam menjalankan pekerjaannya,” ungkap Erri.
Hal itu berbeda yang disampaikan oleh Johan Imanuel, Praktisi Hukum yang juga Tim Advokasi Transportasi Publik. Menurut Johan kurang tepat jika driver online menjadi Pekerja dibawah UU Ketenagakerjaan.
“Iya, driver ojol menjadi pekerja dinilai kurang tepat karena belum memenuhi unsur perintah, upah dan pekerjaan. Kalau mau justru adanya apresiasi bagi driver online baik ojek atau mobil, jika sudah lebih dari masa kemitraan tertentu dapat mengikuti seleksi terbuka menjadi pekerja di Kementerian Perhubungan,” ujar Johan.
“Nah, jika belum ada Direktorat Jenderal Transportasi Berbasis Digital saatnya dibentuk oleh Kementerian Perhubungan dan stafnya bisa membuka seleksi terbuka dari driver online dengan masa kemitraan tertentu,” ujar Johan.
“Wacana untuk menjadi pekerja Kementerian Perhubungan dinilai lebih cocok dibandingkan Pekerja sesuai UU Ketenagakerjaan, karena masih banyak driver online yang juga menjadikan mata pencaharian kedua setelah selesai bekerja di mata pencaharian pertama yang dilakukan berdasarkan jam kerja di perusahaan,” pungkas Johan.[mut]