“Pastinya KPU melaksanakan/mengusulkan pelantikan anggota DPR berdasarkan peraturan/ketentuan yang berlaku. Barangkali karena belum ada putusan pengadilan atau belum ada upaya paksa dari penyidik untuk menahan tersangka maka KPU masih mengusulkan yang bersangkutan untuk dilantik. Lebih baik ditanyakan ke KPU,” ujar Alex.
Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah meminta Imigrasi mencegah 21 orang para tersangka itu bepergian ke luar negeri.
Tim penyidik KPK juga telah melakukan serangkaian kegiatan di Kota Surabaya berupa pemeriksaan saksi-saksi serta penyitaan dokumen-dokumen terkait sejak tanggal 15–18 Juli 2024.
Selain itu, penyidik KPK pada Jumat, 16 Agustus 2024 melakukan penggeledahan di Gedung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur, di Jalan Pahlawan Kota Surabaya. Dari penggeledahan itu, KPK menyita dokumen dan alat bukti elektronik.
Adapun kasus yang menjerat 21 tersangka itu merupakan pengembangan dari perkara yang sebelumnya menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024 Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) dkk.
Sahat Tua telah divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Selasa, 26 September 2023. Sahat juga dibebani uang pengganti sebesar Rp 39,5 miliar paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Sahat terbukti menerima ijon fee dana hibah pokok pikiran (pokir) masyarakat yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2020–2022 serta APBD 2022–2024 yang masih akan ditetapkan untuk wilayah Kabupaten Sampang. Total anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk dana hibah kelompok masyarakat sebesar Rp 200 miliar.
Tindak pidana dilakukan Sahat bersama-sama dengan staf ahlinya, Rusdi; Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat/Pokmas, Abdul Hamid; dan Ilham Wahyudi alias Eeng.[zlj/fkn]