JAKARTA, OTONOMINEWS.ID – Narasi-narasi negatif yang bertendensi memecah belah anak bangsa banyak bermunculan di media sosial.
Hal ini mendapat respon dari Tokoh Toleransi Indonesia, Ir. R. Haidar Alwi, MT. Apalagi konten-konten negatif itu berpotensi memicu gesekan di masyarakat, sehingga harus dipadamkan dengan pemahaman yang benar.
Haidar Alwi lantas mengurai persoalan itu melalui sebuah naskah, lengkap dengan referensi sejarah yang belum banyak diketahui masyarakat. Berikut tulisan asli dari Bapak Haidar Alwi:
JAGAT MAYA Dihebohkan dengan isu pembelokan sejarah kemerdekaan Indonesia, yang katanya dilakukan oleh Sadah Alawiyin keturunan hadramaut yaman.
Tersebarnya luas informasi ini mengejutkan masyarakat dan tidak sedikit yang terpengaruh dengan informasi yang disebarkan dan terhasut proyek operasi adu domba ini.
Lalu benarkah seluruh tuduhan tersebut, artikel ini akan menjawab seluruh pertanyaan terkait sejarah dan tuduhan pemalsuan sejarah oleh Alawiyin lengkap dengan referensinya.
Isu anti-Arab atau anti keturunan Yaman ini diawali dengan narasi bahwa Ba’alawi yang berasal dari Hadramaut Yaman didatangkan oleh Belanda untuk membantu mereka menjajah Nusantara.
Benarkah orang Hadramaut dikenal dengan migrasinya ke banyak negara dengan misi perdagangan dan dakwah sebagaimana dikatakan oleh sejarawan Inggris terkemuka Sir Richard Burton:
“Matahari tidak terbit di suatu wilayah yang tidak didiami orang hadramaut.”
Lalu Bagaimana Dengan Nusantara:
Pertama, kalangan ba’alawi atau orang-orang Yaman hadir di nusantara bukan karena didatangkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Sejarawan Inggris lainnya ARB Sergen memperkirakan bahwa Ba’alawi telah tiba di wilayah Nusantara beberapa waktu sebelum Belanda, dan secara bertahap mengendalikan perdagangan pesisir Hindia Belanda.
Orang-orang Belanda dan orang-orang Eropa pada umumnya tidak menyukai orang-orang Arab.
Van Fluten Direktur Dalam Negeri Hindia Belanda, dalam suratnya menulis orang Eropa di Hindia Belanda semua benci kepada orang Arab, kebencian ini sama saja dengan kebencian orang Eropa terhadap kaum Yahudi.
Orang Arab yang tinggal di Nusantara tidak mendapat simpati dari orang Eropa, malah dia menjadi objek kebencian dan permusuhan.
Semua pegawai termasuk para asisten residen dan kontrolir tetap lebih suka membicarakan persoalan pajak dengan 50 orang Cina daripada mengaturnya dengan satu orang Arab saja.
Vanenberg yang melakukan penelitian tentang orang-orang Hadramaut di Hindia Belanda pada akhir abad ke-19, menulis dalam salah satu suratnya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, bahwa banyak orang Eropa takut berlebih-lebihan terhadap semua orang yang memakai serban atau yang melaksanakan dengan taat ibadah agamanya.