Haidar Alwi: Waspada Operasi Adu Domba Memecah Belah Anak Bangsa

Menjawab Tuduhan Pembelokan Sejarah

Haidar Alwi: Waspada Operasi Adu Domba Memecah Belah Anak Bangsa
Tokoh Toleransi Indonesia, Ir. R. Haidar Alwi, MT.
120x600
a

Rasa takut ini sering dipupuk oleh tulisan kuasi ilmiah dalam surat kabar dan majalah Populer oleh para keturunan Arab snuk horgonnya menambahkan sehingga Belanda berusaha memperketat dan membatasi ruang gerak mereka.

Dalam pemberitaan, ia mengatakan seandainya undang-undang kita tidak membatasi ruang gerak orang hadramaut itu migrasi, mereka ke Hindia pasti lebih banyak daripada sekarang.

Jika orang-orang Arab didatangkan untuk dipekerjakan oleh Belanda dengan asumsi bahwa mereka dipekerjakan di perkebunan atau industri yang diadakan oleh pemerintah kolonial atau pengusaha Belanda.

Tentunya mereka perlu menghadirkan orang-orang Arab dalam jumlah yang besar untuk dipekerjakan didalam perkebunan dan industri kolonial yang jumlahnya banyak itu.

Terlebih lagi jika memang betul orang-orang Belanda tidak mau mempekerjakan masyarakat pribumi, masalahnya hal semacam ini tidak disebutkan di sumber-sumber sejarah yang ada dan tidak pernah didiskusikan pula oleh para akademisi.

Hendaknya mereka yang membuat klaim semacam ini menghadirkan bukti dan menunjukkan sumber-sumber yang terpercaya tentang hal ini.

Adapun pekerjaan di pemerintahan hampir sepenuhnya dihindari oleh orang Arab, vanenberg misalnya nya menulis:

“Di Pulau Jawa saya hanya mengenal dua pegawai pemerintah yang berasal dari Arab yaitu bupati Magelang dan Patih Brebes keluarga Bupati Cianjur, meskipun berasal dari Arab sudah menjadi orang Jawa sehingga tidak mempunyai perasaan seperti orang Arab pada umumnya.”

Raffles menyebutkan dalam the History Of Java bahwa di antara orang Arab Banyak pedagang tetapi mayoritas adalah ulama. Lalu apakah kita hendak mengatakan bahwa seluruh pegawai pemerintah kaum pribumi sebagai antek Belanda?

Pada abad ke-19 ketika jumlah orang-orang Arab meningkat di Hindia Belanda mereka diharuskan tinggal di distrik yang terpisah di kota-kota besar, dan mereka harus memohon surat jalan untuk bepergian.

Lihat Juga :  Haidar Alwi Nilai Politik Adu Domba Ala Connie dan Henry Sangat Berbahaya

Kebijakan ini dikenal sebagai weekend stelser dan passion stelser, mereka biasanya tidak diizinkan atau dipersulit untuk pergi ke kawasan pedesaan yang menjadi pemukiman utama masyarakat pribumi.

Mereka tidak ingin masyarakat Arab bercampur dengan masyarakat pribumi, kalaupun ada pengaruh yang mungkin diberikan oleh orang-orang Arab terhadap penduduk pribumi hal itu umumnya dalam bentuk yang tidak disukai oleh Belanda.

Karena itulah pada tahun 1904 Snok Horgonye menulis, hendaknya jangan dikira bahwa pembatasan pusat perdagangan dan beberapa kota dengan kampung yang khusus dapat menghalangi segala keburukan.

Justru di tempat-tempat itulah ditemukan orang pribumi biasa yang lebih terpelajar berasal dari segala daerah, dan dari situlah pengaruh Arab lebih berbisa pada kalangan luas daripada keadaan lain.

Andaikan belum ada orang Arab yang bermukim di Nusantara ini maka menjadi kewajiban pemerintah untuk menolak mereka.

Ir. R. , MT
Presiden HAI-HAC/Tokoh Toleransi Indonesia

r

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *