Hashim Djojohadikusumo dan Masa Depan Pribumi di Indonesia

Hashim Djojohadikusumo dan Masa Depan Pribumi di Indonesia
Hashim Djojohadikusumo/Scsht google foto.
120x600
a

Namun, jika sekarang yang berkuasa adalah bangsa kita, maka semuanya tentu dapat dibicarakan secara terbuka dan adil.

Soeharto dulu coba menggeser istilah pribumi versus non pribumi dengan penguatan koperasi dan UMKM. Affirmative Policy di era Soeharto ditandai dengan penggalakan peran KUD (Koperasi Unit Desa) dan koperasi lainnya. 

Selain itu, sektor perkebunan diatur kepemilikan inti plasma, di mana perusahaan hanya boleh menguasai lahan 20%. Selanjutnya pemerintah menggerakkan perbankan untuk mengalokasikan 20% plafon kepada UMKM. Selain itu, BUMN harus menyisakan labanya sebesar 5% untuk pembinaan UMKM dan koperasi.

Namun, Soeharto gagal menciptakan pemerataan. Sebab, pilihan jalan kapitalisme era Soeharto mendorong pertumbuhan tanpa pemerataan. Sehingga, diakhir eranya, ketimpangan kepemilikan kekayaan di Indonesia sangat dalam. Hanya sekitar 300 konglomerat, mayoritas non pribumi, menguasai 70% perputaran nasional.

Situasi sekarang semakin parah. Sebab, selama era paska reformasi, melalui perubahan pasal 33 UUD 1945 yang asli, kapitalisme dan neoliberalisme menjadi ajaran resmi di Indonesia. 

Doktor-doktor ekonomi yang 25 tahun lalu masih ada segelintir yang berbasis teori ekonomi Pancasila, sekarang hampir semuanya kapitalis. 

Sehingga, ketimpangan sosial di Indonesia saat ini sudah sama dengan era kolonial, yang pribumi seperti budak dan VOC pemilik kekayaan. Sedangkan negara hanya berfungsi melayani kepentingan kapital.

Pertanyaannya, apakah pernyataan Hashim Djojohadikusumo tentang perlunya pribumi mendapatkan prioritas dapat dimaknai sebagai jalan lurus bagi bangsa kita?

Penutup

Pernyataan ideologis Hasyim Djojohadikusumo tentunya harus disambut dengan perasaan terbuka. Target untuk mendorong adanya keadilan sosial, sebagaimana sila ke 5 Pancasila, harus selalu diulang dan diulang. 

Jika hal ini dianggap rasis, maka struktur ketimpangan sosial di Indonesia hanya akan menjadi beban kebersamaan kita sepanjang Indonesia ada, nantinya.

Lihat Juga :  Selain Dapat Bekerjasama, Pimpinan Pertamina Kedepan Diharapkan Punya Keahlian Khusus

Kegagalan Soemitro Djojohadikusumo di era lalu, jika di tuduh gagal, bukan berarti kegagalan tanpa makna. Kebijakan affirmative itu tentu bukan bagian terpisah dari gerakan pemerataan lainnya.

Gerakan pemerataan Prabowo dalam konteks “memberi ikan” adalah program sosialis makan bergizi kepada 81 juta jiwa. Ini juga ada peluang untuk mendorong tumbuhnya pengusaha di level UMKM. 

Sedangkan “memberi pancing” adalah program membentuk lapisan pengusaha pribumi yang kuat. Dalam naungan ideologi yang sosialistik, penciptaan kelas menengah pribumi justru peluang keberhasilannya semakin tinggi.

Semoga pikiran-pikiran Hasyim Djojohadikusumo ini dapat mempercepat proses kebersamaan, persatuan bangsa dan sekaligus keadilan sosial sesungguhnya.[***]

Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle

r

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *