Penerapan UU Nomor 23/2011 melalui peraturan pelaksanaannya, yaitu PP Nomor 14/2014, menurut Yusuf, juga telah menyebabkan terjadinya marginalisasi dan perlakuan diskriminatif terhadap LAZ yang mengakibatkan adanya hambatan bagi perkembangan LAZ, antara lain membentuk hak UPZ yang hanya diberikan kepada Baznas, ketentuan perjanjian pembukaan LAZ di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta mekanisme pelaporan LAZ yang sangat berlebihan dan memberatkan.
Ketiga, lanjut dia, pelaksanaan UU Nomor 23/2011 telah menyebabkan terjadinya marginalisasi dan penyempitan akses bagi para mustahik dan penerima manfaat dana zakat untuk memperoleh manfaat dari dana zakat, akibat tindakan terhadap LAZ dan amil zakat yang dapat beroperasi.
“Pelaksanaan UU Nomor 23/2011 juga telah menyebabkan terjadinya gangguan terhadap preferensi dan pilihan para muzaki dalam menyalurkan dana zakatnya, akibat terbatasnya LAZ dan amil zakat yang dapat beroperasi dengan persyaratan izin operasional yang tidak adil,” kata Yusuf.
Keempat, lanjutnya, pelaksanaan UU No 23/2011 telah menyebabkan terjadinya kriminalisasi terhadap LAZ yang tidak berhasil mendapatkan legalitas dan amil zakat tradisional yang tidak mempunyai izin dari pejabat yang berwenang.
Padahal, dia menjelaskan, selama ini lembaga-lembaga amil tersebut telah dipercaya oleh para muzaki Indonesia karena telah mengelola dana zakat dengan amanah, profesional dan akuntabel.
“Mereka selalu terancam dipidana berdasarkan Pasal 38 juncto Pasal 41 UU Nomor 23 tahun 2011,” jelas dia.[zlj]