“Jika belum ada, atas dasar apa Mary Jane dipindahkan? Hal ini menyangkut kedaulatan dan kewibawaan hukum Indonesia,” tambah legislator asal Dapil NTT I tersebut.
Andreas memahami bahwa keputusan ini kemungkinan besar didasari pada kesepakatan diplomatik antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Filipina Bongbong Marcos.
Namun, ia mengingatkan agar diplomasi tetap mematuhi prinsip-prinsip hukum nasional.
“Langkah diplomatik tidak boleh mengabaikan hukum yang berlaku di Indonesia. Ketegasan hukum adalah cerminan kedaulatan kita sebagai negara,” tegasnya.
Pimpinan Komisi III yang membidangi urusan reformasi hukum dan HAM ini juga menekankan pentingnya menjaga konsistensi hukum untuk menjaga kredibilitas Indonesia di mata dunia.
“Jika kita tidak konsisten, kita akan dianggap mengabaikan keadilan dan sistem hukum kita sendiri. Ini berisiko merusak kepercayaan dunia internasional terhadap hukum kita,” ujarnya.
Andreas meminta pemerintah memberikan penjelasan komprehensif yang didasari pada kerangka hukum yang jelas terkait kasus Mary Jane. Ia juga menegaskan bahwa setiap keputusan harus sejalan dengan prinsip keadilan.
“Kami ingin memastikan bahwa keputusan ini tidak melanggar hukum yang ada. Jangan sampai kepentingan diplomatik justru melemahkan ketegasan hukum di negara kita,” pungkas Andreas.
Kasus pemindahan Mary Jane Veloso menjadi ujian penting bagi pemerintah Indonesia untuk menyeimbangkan kepentingan diplomasi dan kedaulatan hukum nasional di tengah sorotan publik dan dunia internasional.[zlj]