“Indonesia perlu mencontoh langkah tersebut. Saat ini, jerat hukum untuk judi online masih tercampur dalam UU ITE dan KUHP. Hukuman maksimal memang berat, yakni 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar, tetapi pelaksanaannya belum memberikan efek jera,” katanya.
Toha juga mengungkapkan bahwa modus operandi judi online semakin canggih dengan berbagai jenis permainan digital. Data menunjukkan bahwa transaksi judi online di Indonesia hingga kuartal I 2024 telah mencapai Rp101 triliun, melebihi alokasi APBN 2025 untuk kenaikan kesejahteraan guru ASN dan non-ASN yang hanya sebesar Rp81,6 triliun.
Data PPATK per Juli 2024 mencatat lima provinsi dengan jumlah pemain judi online terbanyak:
Jawa Barat: 535.644 pemain, transaksi Rp 3,8 triliun.
DKI Jakarta: 238.568 pemain, transaksi Rp 2,3 triliun.
Jawa Tengah: 201.963 pemain, transaksi Rp 1,3 triliun.
Banten: 150.302 pemain, transaksi Rp 1,02 triliun.
Jawa Timur: 135.227 pemain, transaksi Rp 1,05 triliun.
Toha menilai penegakan hukum yang tegas dan regulasi yang spesifik akan menjadi langkah penting untuk menghentikan laju kejahatan ini. “Kami di Fraksi PKB mendorong segera dibentuk UU khusus dan badan pengawas untuk memastikan penanganan judi online dilakukan secara menyeluruh dan efektif,” pungkasnya.[zlj]