Feri mengatakan bahwa terlepas dari upaya penguasa memorngaruhi Pilkada Jakarta, namun hasilnya tidak efektif. Hal ini karena Feri menilai masyarakat Jakarta sudah lebih berpendidikan.
“Pilkada Jakarta jadi pengecualian (efektifitas penggunaan aparat). Karena pemilih sudah lebih berpendidikan”, lanjut Feri.
Terkait rencana gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan paslon Ridwan Kamil-Suswono yang didukung koalisi penguasa, Feri menyatakan gugatan tersebut memiliki dalil yang lemah.
“Kalau dilihat memang wajar saja ini (gugatan RK-Siswono ke MK) tidak berlanjut, karena dalilnya lemah sekali. Dalil Form C6, pertamakali kalau itu terjadi, itu akan dilakukan di MK dan tidak presisi untuk menjelaskan peralihan suara, jadi nggak masuk akal saya pikir untuk digunakan” pungkas Feri.
Sementara itu senada dengan Feri, pengamat politik FHISIP Universitas Terbuka Insan Praditya Anugrah juga menyatakan bahwa warga Jakarta memiliki literasi politik yang baik. Jakarta merupakan benchmark masyarakat demokrasi dengan budaya politik yang partisipatif dan tidak mudah dimobilisasi.
“Jakarta adalah benchmark masyarakat dengan budaya politik partisipatif yang sukses dalam pelaksanaan demokrasi Indonesia. Masyarakat Jakarta memiliki literasi politik yang cukup dan tidak mudah dimobilisasi”, kata Insan pada (12/12/2024).
Menurut Insan hasil Pilkada menunjukkan bahwa Jakarta adalah benteng terakhir demokrasi Indonesia. Oleh karena itu kita harus menjaganya bersama agar tidak kalah kepada ambisi kekuasaan.
“Jakarta bisa dipandang sebagai benteng terakhir demokrasi Indonesia di tengah daerah-daerah lain yang berhasil diintervensi. Kita harus menyelamatkan Jakarta, jangan sampai benteng terakhir ini tumbang oleh ambisi penguasa,” pungkas Insan.