“Kondisi rob juga dipengaruhi faktor topografi wilayah. Di wilayah pesisir dengan permukaan tanah rendah atau di bawah permukaan laut, air rob bisa terperangkap lebih lama. Sehingga kami mengoptimalkan operasional pompa stasioner maupun mobile untuk dapat mengalirkan air dan optimalisasi saluran drainase agar air dapat mengalir dengan lancar,” tambah Ika.
Sementara itu, langkah jangka panjang yang dilakukan untuk mengantisipasi banjir rob adalah terus menggenjot pembangunan tanggul pengaman pantai melalui program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Fase A sepanjang 39 kilometer yang merupakan program sinergi dengan Kementrian PU untuk mencegah air laut masuk ke daratan saat pasang laut terjadi.
Selain itu, dibangun pula sistem polder pengendali rob yang dilengkapi bendung karet untuk menahan air laut supaya tidak melimpah kembali ke daratan.
“Upaya pengendalian penurunan muka tanah (land subsidence) juga terus digaungkan, salah satunya dengan pembatasan penggunaan air tanah melalui Zona Bebas Air Tanah yang akan diperluas wilayahnya,” terang Ika.
Dinas SDA Provinsi DKI Jakarta juga terus mengembangkan teknologi untuk memprediksi dan mitigasi kejadian banjir rob. Sehingga dapat memperingatkan warga kota ketika ada potensi akan terjadi banjir.
Selain itu, dilakukan pula pendekatan berbasis alam dengan penanaman mangrove yang merupakan kerja sama perangkat daerah terkait dengan pihak swasta.
Upaya ini juga membutuhkan peran warga untuk menjaga infrastruktur di pesisir seperti tanggul, serta tidak membuang sampah sembarangan dan menggunakan jaringan air perpipaan untuk kebutuhan sehari-hari agar bisa mengurangi penurunan permukaan tanah. (deman/otn)