Kegiatan menanam dan mengolah produk tanaman pangan akan menciptakan lapangan kerja di desa. Tak hanya menjadikan daerah produktif, tetapi juga mewujudkan pondasi ekonomi lokal yang kuat. Dengan begitu, ketahanan dan kemandirian pangan di tingkat lokal terwujud.
Lumbung pangan pada semua tingkatan wilayah yang digagas Presiden Prabowo relatif lebih mudah diwujudkan segera, karena segala aspeknya bisa dimulai dengan mengandalkan semua potensi dalam negeri dan kearifan lokal.
Selain kemandirian pangan dan terciptanya lapangan kerja di daerah, realisasi lumbung pangan dengan serangkaian dampak positifnya memiliki daya untuk memerangi kemiskinan.
Sambil terus mengupayakan investasi asing untuk penciptaan lapangan kerja, gagasan lumbung pangan pada semua tingkatan wilayah itu hendaknya mulai dikerjakan. Inilah salah satu pilihan program paling realistis yang bisa direalisasikan karena segala sesuatunya berpijak pada potensi dalam negeri.
Realisasi lumbung pangan patut dimaknai sebagai strategi untuk mengatasi beberapa masalah, yakni mewujudkan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja baru di seluruh pelosok desa hingga upaya mengurangi kemiskinan.
Fakta bahwa Indonesia impor beras menjadi bukti adanya kelemahan pada aspek pemenuhan kebutuhan pangan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras pada periode Januari-Mei 2023 masih sekitar 854 ribu ton. Namun, pada rentang Januari-Mei 2024, impor melonjak jadi 2,2 juta ton.
Total impor beras per 2023 tercatat 3,06 juta ton. Namun, sepanjang periode Januari-Oktober 2024, impor beras telah naik menjadi 3,48 juta ton dari kuota impor 3,6 juta ton.
Demi mewujudkan swasembada pangan, alih fungsi lahan pertanian maupun tanaman pangan tidak boleh lagi dibenarkan. Luas panen padi tahun ini diperkirakan sekitar 10,05 juta hektar. Luas areal ini mencerminkan penurunan sekitar 167,25 ribu hektar atau 1,64 persen, dibandingkan luas panen padi tahun 2023 yang masih 10,21 juta hektar.
Layak untuk diyakini bahwa strategi lumbung pangan pada semua tingkatan wilayah memiliki kekuatan untuk mengurangi jumlah warga miskin. Data tentang jumlah keluarga penerima bantuan sosial (Bansos) sedikit banyak menjelaskan tentang potret kemiskinan saat ini.
Tahun 2023, jumlah keluarga penerima Bansos pangan sebanyak 103.102.744 keluarga, dengan total anggaran Bansos hampir Rp 43,7 triliun. Tahun ini, jumlah warga miskin diperkirakan 25,22 juta, atau sedikit menurun dari tahun 2023 yang jumlahnya sekitar 25,90 juta orang. Data ini bisa berubah kalau dikaitkan dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akhir-akhir ini.
Sudah barang tentu Bansos bukanlah jalan keluar mengakhiri kemiskinan. Setiap individu ingin menjadikan dirinya produktif agar bisa mandiri. Jutaan warga butuh pekerjaan agar bisa mandiri.
Maka, ketika warga desa produktif dengan menanam padi serta ragam tanaman pangan lainnya, mereka akan memperoleh penghasilan yang memadai jika tata niaga produk pertanian dan tanaman pangan benar-benar berpijak pada azas keadilan.
Gagasan Presiden Prabowo tentang lumbung pangan pada semua tingkatan wilayah patut dimaknai sebagai langkah awal membangun dan memperkuat pondasi perekonomian nasional demi terwujudnya ketahanan dan kedaulatan nasional yang kokoh.[***]
Oleh: Bambang Soesatyo; Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur, Trisakti, Jayabaya dan Universitas Pertahanan (UNHAN).