Oleh: Hj. Nevi Zuairina (Anggota DPR RI Komisi XII)
Tahun 2024 adalah momentum refleksi bagi Indonesia dalam perjalanan menuju kemandirian energi yang berkelanjutan. Energi hijau menjadi pusat perhatian, seiring dengan komitmen pemerintah untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025.
Namun, data menunjukkan bahwa capaian energi terbarukan kita masih tertahan di angka 13,93%. Angka ini menegaskan bahwa transisi energi masih berjalan lambat. Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, dengan porsi sebesar 86,45% dari total bauran energi pada tahun 2023. Penggunaan batu bara, minyak bumi, dan gas alam mendominasi kebutuhan energi nasional.
Ketergantungan energi fosil ini menciptakan tantangan besar, baik dari segi keberlanjutan lingkungan maupun ketahanan ekonomi. Subsidi energi fosil yang terus meningkat membebani anggaran negara, yang seharusnya dapat dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan. Selain itu, fluktuasi harga energi fosil di pasar global menambah kerentanan terhadap stabilitas ekonomi domestik.
Keterbatasan infrastruktur ketenagalistrikan menjadi penghambat lain. Dari kapasitas pembangkitan listrik nasional sebesar 72.888 MW, energi hijau hanya menyumbang 13,55%.
Sumber energi hijau seperti tenaga air, panas bumi, dan energi bersih lainnya belum termanfaatkan secara optimal. Ketimpangan infrastruktur juga menjadi masalah, terutama di wilayah terpencil yang sulit mengakses energi stabil dan terjangkau.
Pengembangan energi hijau membutuhkan pendanaan yang signifikan. Namun, rendahnya minat investor terhadap sektor ini menjadi penghalang. Biaya investasi energi terbarukan yang tinggi dan return on investment (ROI) yang lama membuat sektor ini dianggap kurang menarik. Selain itu, regulasi yang sering berubah-ubah menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Misalnya, kebijakan tarif pembelian listrik sering dianggap tidak kompetitif, sementara proses perizinan yang rumit menambah beban administratif.
Walaupun menghadapi banyak kendala, ada beberapa capaian yang patut diapresiasi. Rasio elektrifikasi Indonesia mencapai 99,79%, sementara rasio desa berlistrik mencapai 99,85%. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyediakan akses listrik ke seluruh pelosok negeri.
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Hijau 2021-2030 juga memberikan harapan, dengan target porsi pembangkit energi terbarukan mencapai 48%. Energi surya menjadi salah satu sektor yang menjanjikan. Biaya pengembangannya yang semakin terjangkau membuatnya lebih menarik untuk diadopsi secara luas.