PEMBUNUHA, perampokan, dan ragam tindak pidana yang marak akhir-akhir ini mempertegas fakta tentang terus menurunnya kualitas ketertiban umum. Patut untuk disadari bahwa ketertiban umum yang buruk mencerminkan kelemahan negara melindungi warga negara.
Mewujudkan ketertiban umum yang kondusif hanya bisa dimulai dengan revitalisasi kekuatan negara dan pemulihan wibawa Institusi penegak hukum.
Sebagaimana telah disimak bersama, hari-hari pertama tahun 2025 sarat dengan berita dan informasi yang memberi gambaran tentang semakin memburuknya ketertiban umum akibatnya maraknya tindak pidana.
Dari berita dan informasi tentang tindak pidana berat seperti pembunuhan dan perampokan, hingga pidana ringan seperti kelompok preman yang memberlakukan pembebanan tarif atau pungutan liar di sejumlah lokasi wisata. Keluhan banyak komunitas tentang memburuknya ketertiban umum itu sudah begitu sering dipublikasikan.
Ketika masih menikmati suasana tahun baru, masyarakat sudah dikejutkan oleh dua peristiwa penembakan mematikan dengan dua korban jiwa. Dua peristiwa pembunuhan itu terjadi di Tangerang dan di Kabupaten Bone, Sulawesi selatan. Korbannya pengacara dan pengusaha rental mobil. Di kota Batu, Polisi mengungkap sindikat perdagangan bayi.
Jelang akhir tahun 2024, masyarakat juga dibuat tercengang oleh terungkapnya kasus pencetakan uang palsu di Universitas Islam Negeri Alaudin (UIN) Makassar. Di Jakarta Utara, di tengah kemacetan pada ruas jalan bebas hambatan di Tanjung Priok, kawanan perampok beraksi mengancam dan merampas dompet serta melukai warga di dalam kendaraan pribadi.
Di sejumlah lokasi wisata, wisatawan lokal menjadi sasaran pelaku pemerasan. Banyak wisatawan mengeluh karena mendadak ‘diwajibkan’ membayar tarif tidak resmi yang nilai mencapai ratusan ribu. Wisatawan juga dipaksa membayar tarif parkir yang besarannya sampai puluhan ribu rupiah. Praktik ilegal ini sudah lama menjadi keluhan banyak komunitas.
Di Bandung, seorang wisatawan asal Singapura mengalami pelecehan. Di Bali. wisatawan asal Tiongkok menjadi korban pemerkosaan oleh seorang tukang ojek.
Pada pertengahan Desember 2024, terjadi kasus pemerasan oleh oknum penegak hukum terhadap warga negara Malaysia yang menjadi penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta. Sekitar 400 penonton mengaku menjadi korban pemerasan oleh polisi dengan nominal mencapai RM 9 juta atau sekitar Rp 32 miliar.
Memburuknya aspek ketertiban umum di dalam negeri tidak hanya dikeluhkan masyarakat di berbagai daerah, tetapi juga menjadi sorotan pihak asing karena warga negara mereka yang berstatus wisatawan asing justru menjadi korban dari perilaku brutal pelaku tindak pidana di beberapa kota.
Masyarakat Tiongkok, Singapura dan juga Malaysia tentu saja menyimak kasus-kasus dimaksud karena para korban mem-viral-kan perlakuan brutal yang mereka alami.
Sudah sedemikian lemahkah negara ini sehingga tidak mampu mewujudkan ketertiban umum yang kondusif bagi setiap orang? Padahal negara memiliki sejumlah institusi dan instrumen dengan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) merawat ketertiban umum serta menegakan hukum.
Tupoksi institusi-institusi itu bahkan didukung dan dilindungi oleh undang-undang (UU), plus sejumlah peraturan pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah.