1. Bersihkan Pertamina dari Mafia Migas.
Pemerintah harus melakukan audit total dan membersihkan oknum-oknum yang terlibat dalam praktik rente di sektor energi. Penindakan hukum harus menyentuh aktor-aktor utama, bukan hanya pejabat di lapangan.
2. Transparansi dalam Impor dan Distribusi Minyak.
Setiap kebijakan impor minyak dan pengelolaan stok nasional harus dilakukan secara terbuka. Kementerian BUMN dan Pertamina harus membuka akses data kepada publik agar tidak ada ruang bagi manipulasi harga dan mark-up biaya pengiriman.
3. Peningkatan Sistem Pengawasan dan Akuntabilitas.
Perbaikan sistem pengawasan di sektor energi harus menjadi prioritas. Mekanisme audit yang lebih ketat dan independen harus diterapkan agar mafia migas tidak bisa lagi bermain di balik layar.
4. Mendorong Efisiensi dan Profesionalisme BUMN Migas.
Pertamina harus diarahkan menjadi perusahaan yang profesional dan efisien, seperti Aramco atau Shell. Campur tangan politik dalam pengelolaan BUMN harus dikurangi agar perusahaan bisa bergerak lebih transparan dan akuntabel.
5. Presiden Prabowo Harus Menjadi Panglima Pemberantasan Mafia Migas.
Haidar Alwi menegaskan bahwa tanpa peran aktif Presiden Prabowo Subianto, mafia migas tidak akan pernah bisa diberantas sepenuhnya. Perlu komitmen kuat dari kepala negara untuk memastikan reformasi energi berjalan tanpa intervensi dari kelompok kepentingan.
“Kasus ini harus menjadi titik balik. Jika kita gagal memanfaatkannya untuk melakukan reformasi besar-besaran, maka kita hanya akan melihat skandal serupa terulang di masa depan dengan aktor yang berbeda tetapi modus yang sama,” tegas Haidar Alwi.
Sebagai pakar pertambangan dan pengusaha di sektor energi, Haidar Alwi berkomitmen untuk terus menyuarakan pentingnya tata kelola energi yang bersih dan transparan.
Haidar berharap kasus ini tidak hanya menjadi ajang sensasi politik, tetapi benar-benar menjadi pijakan untuk membangun sistem yang lebih berintegritas demi kesejahteraan rakyat Indonesia.