Pertama, pengelolaan langsung oleh dinas terkait di bawah pemerintah daerah. Namun, model ini memiliki kelemahan karena besarnya biaya pemeliharaan yang bisa membebani APBD.
Kedua, membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang memungkinkan pengelolaan keuangan lebih fleksibel.
Ketiga, bekerja sama dengan pihak ketiga atau swasta, di mana stadion dikelola secara profesional sehingga biaya pemeliharaan tidak membebani APBD.
“Kami mendorong pemerintah daerah untuk memilih model pengelolaan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas daerah. Dengan berbagai opsi ini, diharapkan pemeliharaan stadion bisa berjalan optimal tanpa membebani anggaran,” tegas Restuardy.
Selain itu, terdapat beberapa skema pemanfaatan Barang Milik Daerah yang dapat diterapkan dalam pengelolaan stadion, di antaranya sewa, pinjam pakai, Bangun Guna Serah (BGS), Bangun Serah Guna (BSG), Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), dan Kerja Sama Pemanfaatan Infrastruktur (KSPI).
Kemendagri berkomitmen untuk terus mendukung pemerintah daerah dalam mengelola stadion secara optimal dan memastikan keberlanjutan pemeliharaan infrastruktur olahraga ini sebagai bagian dari upaya memperkuat ekosistem persepakbolaan nasional.
Rakor ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Direktur Jenderal Prasarana Strategis Kementerian PUPR, Maulidya, perwakilan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Kementerian PPN/Bappenas, Biro Hukum Kemendagri, serta perwakilan PSSI.