JAKARTA, OTONOMINEWS.ID – DPR RI diminta menghapus ayat 3 huruf b Pasal 142 yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Permintaan ini disampaikan Komunitas Advokat Pengawal RUU KUHAP dalam keterangan terulisnya yang diterima redaksi, Jumat (21/3/2025),
Adapun berberapa Advokat yang tergabung dalam Komunitas Advokat Pengawal RUU KUHAP tersbeut di antaranya adalah antara lain: Johan Imanuel, Hema Anggiat Marojahan Simanjuntak, Zentoni, Syukni Tumi Pengata, Jarot Maryono, Muhammad Yusran Lessy, Irwan Gustaf Lalegit, Jilun, YP Sikumbang, dan Prayogo Laksono.
Dalam keterangan tertulisnya, mereka memprotes keras dengan ada ayat 3 huruf b dari pasal 142 tersebut. Mereka menilai ayat 3 huruf b yang berbunyi: “Advokat dilarang memberikan pendapat di luar pengadilan terkait permasalahan kliennya” tersebut melemahkan advokat.
Untuk itu, dalam keterangannya, Komunitas Advokat Pengawal RUU KUHAP menyampaikan beberapa hal terkait pasal yang diprotes tersebu:
1. Pelarangan Advokat untuk berpendapat atau berbicara di muka umum adalah bentuk pengekangan Advokat sebagai Profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab yang dilindungi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Bayangkan apabila ada prosedur persidangan yang tidak diterapkan sesuai Hukum Acara, maka tidak mungkin bagi seorang Advokat yang menangani perkara klienya tersebut harus tinggal diam membiarkan terjadinya kesewenang-wenangan di dalam pengadilan.
Sebagaimana diketahui, kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia;
2. Pelarangan Advokat untuk berbicara dimuka umum jelas melanggar Hak Asasi Manusia, karena bagaimanapun Advokat adalah setiap orang yang juga dilindungi Hak Asasi Manusianya sama seperti Warga Negara lainnya.
Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia secara tegas melindungi setiap Warga Negara untuk menyebarluaskan Pendapat: “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa”.