JAKARTA, OTONOMINEWS.ID – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengabaikan haknya untuk mengajukan praperadilan.
Dalam eksepsi yang diajukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Hasto menyoroti bahwa KPK telah mempercepat proses P-21 (Berita Acara Pemeriksaan) sehingga gugatan praperadilan yang diajukan oleh penasihat hukumnya menjadi gugur.
“KPK telah melanggar hak saya sebagai terdakwa untuk mengajukan praperadilan. Proses P-21 yang dipercepat ini menyebabkan gugatan praperadilan kami gugur. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan dan due process of law,” tegas Hasto dalam eksepsi yang dibacakan di pengadilan, Jumat (21/3/2025).
Hasto menjelaskan bahwa penasihat hukumnya telah mengajukan gugatan praperadilan kedua pada tanggal 18 Februari 2025.
“Namun, KPK justru mempercepat proses P-21 sehingga gugatan praperadilan kami menjadi gugur. Sidang pertama praperadilan pada tanggal 3 Maret 2025 bahkan tidak dihadiri oleh KPK,” ujarnya.
Ia menambahkan, proses P-21 yang dipercepat ini dilakukan tanpa memeriksa saksi-saksi meringankan yang telah diajukan oleh penasihat hukumnya.
“Surat permohonan untuk memeriksa saksi-saksi meringankan telah disampaikan oleh penasihat hukum saya ke pimpinan KPK pada 4 Maret 2025. Namun, penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, menjawab bahwa mereka belum menerima disposisi dari pimpinan KPK,” kata Hasto.
Hasto menegaskan bahwa hak terdakwa untuk mengajukan praperadilan merupakan prinsip dasar dalam proses peradilan yang adil.
Kata Hasto, hak untuk mengajukan praperadilan adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Karena itulah, KPK telah melanggar hak ini dengan mempercepat proses P-21 sehingga gugatan praperadilan kami gugur.
Ia juga mengutip Pasal 77–83 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa terdakwa berhak mengajukan praperadilan jika terdapat keraguan atas sah atau tidaknya proses penyidikan dan penuntutan.