Bela Sufmi Dasco, Haidar Alwi: Narasi Tempo Menyimpang dari Etika

Bela Sufmi Dasco, Haidar Alwi: Narasi Tempo Menyimpang dari Etika
R Haidar Alwi
120x600
a

Ia mengingatkan bahwa setiap kalimat dalam berita membawa dampak, dan bisa menghancurkan reputasi seseorang jika disusun tanpa kehati-hatian.

“Ketika media menjatuhkan vonis sebelum pengadilan bicara, maka itu bukan lagi berita. Itu pembunuhan karakter,” ucap Haidar Alwi.

*Mempertanyakan Tujuan dan Momentum.*

Haidar Alwi pun mengajak publik untuk mengamati konteks politik dan sosial saat laporan itu dirilis. “Mengapa sekarang? Mengapa menjelang perubahan arah politik nasional muncul laporan seperti ini?” tanyanya retoris.

Menurutnya, patut dipertanyakan apakah ada motif tersembunyi di balik publikasi tersebut apakah murni untuk kepentingan informasi, atau justru menjadi bagian dari agenda tertentu yang lebih besar.

*Rakyat Butuh Kebenaran, Bukan Provokasi.*

R. Haidar Alwi percaya bahwa masyarakat Indonesia saat ini semakin kritis dan tidak mudah digiring oleh narasi satu arah. Ia mengajak publik untuk tidak menelan mentah-mentah setiap informasi, apalagi jika informasi tersebut dibumbui dengan frasa seperti “belum ditemukan bukti” namun tetap disuguhkan seolah sebuah fakta.

“Kalau belum ada bukti, kenapa dipublikasikan? Jika masih dugaan, kenapa dijadikan headline?” tegas Haidar Alwi.

*Antara Etika dan Sensasi.*

Dewan pembina ikatan alumni ITB ini mengingatkan media agar tidak tergelincir menjadi alat untuk kepentingan sempit.

“Pers harus menjadi penjaga moral publik, bukan sekadar mesin produksi sensasi. Kita butuh keberanian dalam menyuarakan kebenaran, bukan keberanian dalam memfitnah,” pungkas Haidar Alwi

r
Lihat Juga :  Revisi KUHAP Amputasi Kewenangan Polisi? Haidar Alwi: Berakibat Fatal Bagi Penegakan Hukum di Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

f