Haidar Alwi Sebut Istilah Neo-Merkantilisme Destruktif untuk Kebijakan Ekonomi Trump

Haidar Alwi Sebut Istilah Neo-Merkantilisme Destruktif untuk Kebijakan Ekonomi Trump
Tokoh Toleransi Indonesia, Ir. R Haidar Alwi, MT.
120x600
a

JAKARTA, OTONOMINEWS.ID – Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, Ir. R. Haidar Alwi menilai kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menaikkan tarif tinggi untuk seluruh impor adalah bentuk Neo-merkantilisme Destruktif.

Menurut Haidar Alwi, kebijakan Trump itu tidak hanya menimbulkan distorsi pasar, juga mengoyak tatanan perdagangan multilateral yang selama ini menopang stabilitas ekonomi dunia.

Pemerintah AS meningkatkan pajak impor kepada mintra dagangnya, dan lebih tinggi lagi bagi negara dengan defisit perdagangan terhadap AS (Indonesia terkena imbas kenaikan pajak impor menjadi 32 persen, red).

Nah, Haidar menyebut kebijakan ini sebagai “neo-merkantilisme destruktif” yang memperlihatkan kekeliruan fundamental dalam memahami keterkaitan ekonomi antarnegara.

“Tarif tinggi memang melindungi industri tertentu dalam jangka pendek, tapi memukul daya beli, menaikkan ongkos produksi, dan menghantam petani serta manufaktur kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi domestik,” jelas Haidar Alwi.

Bagi Haidar, neo-merkantilisme destruktif merupakan contoh klasik dari paradoks perlindungan, di mana proteksi ekonomi justru memperlemah struktur ekonomi nasional dari dalam.

Salah satu istilah penting yang ia angkat adalah non-linear feedback loop yakni situasi di mana dampak kebijakan tidak terjadi secara langsung dan proporsional, melainkan membentuk gelombang berulang yang semakin memperparah keadaan.

“Tarif tinggi memicu retaliasi, retaliasi memicu ketidakpastian, dan ketidakpastian menghancurkan kepercayaan investasi.”

“Akibatnya, sektor riil stagnan, suku bunga tak bisa dikendalikan, dan konsumen akhirnya menjadi korban terakhir dari drama ekonomi yang dimainkan atas nama patriotisme palsu,” kata Haidar dengan tandas.

Kemudian Haidar menyebut dunia hari ini bukan lagi ruang isolatif yang bisa ditaklukkan dengan retorika kampanye semata.

Dalam konteks ekonomi global yang saling terkait, ia mengingatkan kebijakan politik yang dibangun di atas janji kosong justru dapat menjadi benih kehancuran ekonomi jangka panjang.

Lihat Juga :  Haidar Alwi Minta Waspada Jebakan Pecah Belah Prabowo dan Jokowi

Nah, Haidar menyebutkan apa yang terjadi di Amerika harus menjadi peringatan serius bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Kemenangan Trump yang dibalut jargon nasionalisme ekonomi justru melahirkan kebijakan tarif tinggi yang merusak ekosistem perdagangan internasional dan memicu gelombang inflasi global.

Brexit dan Pelajaran Kolektif dari Janji yang Gagal Dimengerti

Dalam kaca mata Haidar Alwi, Brexit adalah wajah lain dari kegagalan memahami dimensi ekonomi-politik secara utuh. Janji “Take Back Control” dan klaim dana £350 juta per minggu untuk sistem kesehatan Inggris menjadi bukti bahwa narasi populis yang menyesatkan bisa menciptakan ilusi stabilitas.

“Inggris memang keluar dari Uni Eropa, tapi mereka kehilangan kendali dalam proses pengambilan keputusan regional. Mereka tidak lagi menjadi bagian dari arsitek sistem, melainkan hanya menjadi pelaksana konsekuensi,” tegas Haidar Alwi.

Ia menilai, kampanye seperti ini berakar dari false equivalence, menggambarkan kompleksitas kebijakan dalam bentuk pilihan biner, seolah semua persoalan bisa diatasi dengan menarik diri dari interdependensi global.

Solusi Struktural dan Jalan Tengah untuk Indonesia

Belajar dari kekeliruan Trump dan Brexit, Haidar Alwi menawarkan formula solusi konkret dan multidimensi bagi Indonesia agar tidak terseret dalam arus global yang membahayakan stabilitas jangka panjang.

Pertama, pemerintah harus memperkuat capacity for policy calibration, yakni kemampuan untuk menyesuaikan kebijakan ekonomi secara presisi berdasarkan dinamika domestik dan eksternal.

Ini berarti penguatan data ekonomi real-time, konsolidasi lintas lembaga, dan pengembangan predictive economic modelling yang lebih akurat agar tidak terjebak dalam kebijakan populis.

r

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

f